Home » » “Teladan dari Kesedehanaan dan Kebersahajaan Mohammad Hatta”

“Teladan dari Kesedehanaan dan Kebersahajaan Mohammad Hatta”

                                                                        Esai oleh: PURFAJI

Bung Hatta bukan orang yang kaya, gajinya sebagai Wakil Presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku, dia juga tidak pernah mengambil yang bukan miliknya, sebagai mana pada saat itu, beliau menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis Wakil Presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal dana ini jika tidak dikembalikan pun tidak menjadi masalah, karena dana taktis itu tidak memerlukan pertanggungjawaban, tetapi Bung Hatta tidak mau menerima dana itu dan memilih untuk jujur dan menjaga kehormatan.
       Kisah selanjutnya adalah kesederhanaan sebagai seorang Wakil Presiden Pertama Indonesia adalah di tunjukkan ketika beliau ingin melakukan ibadah Haji ke tanah suci bersama istri dan dua saudarinya, beliau tidak ingin menggunakan fasilitas negara, yang pada saat  itu Bung Karno sudah menawari untuk menggunakan pesawat terbang yang difasilitasi dari negara, tetapi Bung Hatta menolaknya, karena beliau ingin melaksanakan ibadah Haji seperti halnya rakyat biasa, hasil gaji sebagai Wakil Presiden dan honorarium penerbitan beberapa bukunya kemudian ditabung.
    Selain melaksanakan ibadah Haji dengan cara menabung, ada kisah yang ketika beliau masih menjabat sebagai Wakil Presiden, yang mana kisah ini di sampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta. Iding Wangsa Widjaja menceritakan tentang cita-cita Bung Hatta untuk membeli sepatu Bally, Bung Hatta sangat terkesima ketika berjalan ke luar negeri melihat deretan sepatu Bally terpampang di etalase toko. Dengan begitu mengidam-idamkan sepatu Bally beliau guntingkan iklan sepatu Bally yang kemudian beliau simpan di dompet, dengan harapan suatu saat nanti bisa membelinya. Namun apalah daya uang hasil gaji sebagai Wakil Presiden dan honorarium hasil penerbitan buku yang ia tabung selalu berkurang untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu saudara dan kerabatnya yang lebih membutuhkan. 
   Hingga sampai pada akhir hayatnya pada tahun 1980 beliau wafat, namun cita-cita beliau untuk membeli sepatu Bally dan memilikinya belum terwujud. Seorang sejarawan dari Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro. Dalam kutipannya beliau menceritakan bahwa Bung Hatta itu ketika kunjungan keluar negeri, hanya membawa keperluan dan perlengkapan sebanyak satu koper. Sangking sederhana Bung Hatta ketika sudah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI dan menjadi pensiunan, Bung Hatta yang hanya mendapat uang pensiunan sebesar Rp 3000. Jumlah tersebut terbilang cukup sedikit, Bung Hatta pun hampir saja tidak mampu untuk membayar tagihan listrik, langganan air minum dan membayar iuran pembangunan daerah. Bung Hatta tidak menginginkan di makam di makam pahlawan, belia ingin dimakamkan di makam biasa, seperti makam rakyat yang biasa. 
 Sebagaimana sebuah tulisan di kutip dari buku “Bung Hatta menjawab” karangan Z Yasni “Saya ingin di kuburan rakyat bisa. Saya adalah rakyat biasa,”kata Hatta. Sebagian diantara kisah-kisah di atas ada beberapa yang saya jadikan motivasi dan panutan. Saya di lahirkan dari keluarga yang serba pas-pasan dan dari kampung yang dulu sangat amat sepi karena kanan kiri disekeliling rumah merupakan hutan belantara, daerah kami merupakan daerah yang masuk golongan 3T yang tepatnya di kabupaten Bengkalis, Riau.
    Ibu dan bapak saya hanya bisa mengenyang pendidikan sampai sekolah dasar, Ibu pun tidak bisa tamat karena harus membanting tulang bekerja demi membantu orang tua untuk membiayai biaya sekolah adik-adinya, pada usia 17 tahun sudah diputuskan oleh mbah saya untuk menikah, dan bapak yang berusia 22 tahun sudah putuskan untuk menikah dengan ibu saya, ini semua adalah faktor ekonomi yang membelit mbah saya untuk segera menikahkan  anak-anaknya. Saya sejak kecil diajarkan dengan kesederhanaan dan kejujuran serta tolong menolong sesama manusia, yang menjadi pokok pondasi dari didikan orang tua kepada anak-anaknya.
     Salah satu pesan orang tua saya yang paling mendalam adalah “Bapak dan Ibu hanya bisa sekolah sampai sekolah dasar, Maka anak-anak bapak harus bisa sarjana semuanya dengan apapun itu, karen Bapak dan Ibu tidak bisa mengasi harta ataupun tahta, yang bisa Bapak dan Ibu kasikan hanya bisa mensekolahkan kalian semuanya, walaupun Bapak dan Ibu harus banting tulang siang dan malam mencari uang untuk sekolah kalian semuanya” dan semua perkataan Bapak dan Ibu itu semua terbukti ketiga anaknya, yang anak pertama dan anak kedua sudah selesai memperoleh gelar sarjana dan sekarang sudah kerja, tinggal saya sendiri yang masih menempuh studi di jenjang perguruan tinggi. 
    Semenjak selesai menempuh sekolah menengah pertama saya sudah memulai hidup mandiri dengan merantau jauh dengan orang tua hingga sampai menempuh studi di perguruan tinggi di yogyakarta tepatnya di Universitas Islam Indonesia, semenjak dari itulah saya menatkan nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran dan kesahajaan harus di jadikan pedoman dalam hidup dilingkungan orang lain, sehingga dengan demikian kita bisa diterima oleh kalangan siapa pun, saat sekarang studi di Universitas Islam Indonesia tidak lupa saya untuk selalu aktif di organisasi, sebagai pedoman mencari organisasi yang memiliki manfaat dan bermanfaat bagi orang banyak adalah dengan menjadi Takmir atau Pengurus Masjid Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia, ini merupakan organisasi yang tepat menurut saya, selain kita belajar agama kita bisa menjadi pelayan jamaah, bisa mengerti bagaimana menjadi seorang pengurus masjid yang mungkin hanya sebagian kecil saya yang menginginkan waktu kosong kuliahnya untuk mengurusi masjid.
       Kepengurusan tersebut saya jalani hingga semester 5 karena harus pergantian kepengurusan setiap tahunnya yang diisi oleh mahasiswa baru Universitas Islam Indonesia. Sebuah pencapaian yang luar bisa mungkin yang saya raih adalah mendapatkan Beasiswa PPA-BBM dari DIKTI yang saya dapatkan dari semester 4 hingga sekarang. Aktivitas sebagai Asisten Laboratorium juga saya jalani dari semester 4 hingga sekarang, menurut saya dengan saling berbagi ilmu dan mengispirasi untuk temen-temen dan adik angkatan membuat saya senang. 
   Di semester 7 ini saya mendapatkan amanah untuk membatu Dosen dalam pembuatan project pengabdian masyarakat, ini merupakan momen yang saya tunggu, karena saya sangat senang sekali jika bisa berbuat untuk kebermanfaat bagi orang lain, mungkin dengan membantu Dosen dalam pembuatan project ini bisa saling berkontribusi demi kebermanfaatkan untuk orang lain. Selain kegiatan-kegiatan di atas saya di amanah oleh temen-temen dari Tim Kapal Cepat Universitas Islam Indonesia untuk menjadi ketua Tim, InsyaAllah dengan pedoman dan prinsip di atas amanah tersebut saya ambil, karena bagi saya menjadi pemimpin adalah tugas yang mulia yang harus dijalani dan dipertanggungjawabkan. Dengan hidup kesederhanaan, kejujuran dan kebersahajaan InsyaAllah akan diberi kemudahan olehNYA.

Referensi:http://intisari-online.com/read/belajar-dari-kebersahajaan-bung-hatta.http://www.merdeka.com/peristiwa/6-teladan-kesederhanaan-pahlawan-nasional-bung-hatta.html.http://sosok.kompasiana.com/2015/02/01/kebersahajaan-bung-hatta-720696.html.Abbas, Anwar. 2010. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Jakarta [ID]: Kompas.http://www.merdeka.com/peristiwa/bung-hatta-sebuah-kisah-kesederhanaan-sang-bapak-bangsa.html


0 comments:

Post a Comment

Resources