Bung Hatta bukan orang yang kaya,
gajinya sebagai Wakil Presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku, dia
juga tidak pernah mengambil yang bukan miliknya, sebagai mana pada saat itu,
beliau menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis Wakil Presiden sebesar Rp
25 ribu. Padahal dana ini jika tidak dikembalikan pun tidak menjadi masalah,
karena dana taktis itu tidak memerlukan pertanggungjawaban, tetapi Bung Hatta
tidak mau menerima dana itu dan memilih untuk jujur dan menjaga kehormatan.
Kisah
selanjutnya adalah kesederhanaan sebagai seorang Wakil Presiden Pertama
Indonesia adalah di tunjukkan ketika beliau ingin melakukan ibadah Haji ke tanah
suci bersama istri dan dua saudarinya, beliau tidak ingin menggunakan fasilitas
negara, yang pada saat itu Bung Karno
sudah menawari untuk menggunakan pesawat terbang yang difasilitasi dari negara,
tetapi Bung Hatta menolaknya, karena beliau ingin melaksanakan ibadah Haji
seperti halnya rakyat biasa, hasil gaji sebagai Wakil Presiden dan honorarium
penerbitan beberapa bukunya kemudian ditabung.
Selain melaksanakan ibadah Haji
dengan cara menabung, ada kisah yang ketika beliau masih menjabat sebagai Wakil
Presiden, yang mana kisah ini di sampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta. Iding
Wangsa Widjaja menceritakan tentang cita-cita Bung Hatta untuk membeli sepatu
Bally, Bung Hatta sangat terkesima ketika berjalan ke luar negeri melihat
deretan sepatu Bally terpampang di etalase toko. Dengan begitu mengidam-idamkan
sepatu Bally beliau guntingkan iklan sepatu Bally yang kemudian beliau simpan
di dompet, dengan harapan suatu saat nanti bisa membelinya. Namun apalah daya uang hasil gaji sebagai Wakil Presiden dan honorarium hasil penerbitan
buku yang ia tabung selalu berkurang untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu
saudara dan kerabatnya yang lebih membutuhkan.
Hingga sampai pada akhir
hayatnya pada tahun 1980 beliau wafat, namun cita-cita beliau untuk membeli
sepatu Bally dan memilikinya belum terwujud. Seorang sejarawan dari Universitas
Airlangga, Purnawan Basundoro. Dalam kutipannya beliau menceritakan bahwa Bung
Hatta itu ketika kunjungan keluar negeri, hanya membawa keperluan dan
perlengkapan sebanyak satu koper. Sangking sederhana Bung Hatta ketika sudah
mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI dan menjadi pensiunan, Bung Hatta
yang hanya mendapat uang pensiunan sebesar Rp 3000. Jumlah tersebut terbilang
cukup sedikit, Bung Hatta pun hampir saja tidak mampu untuk membayar tagihan
listrik, langganan air minum dan membayar iuran pembangunan daerah. Bung Hatta
tidak menginginkan di makam di makam pahlawan, belia ingin dimakamkan di makam
biasa, seperti makam rakyat yang biasa.
Sebagaimana sebuah tulisan di kutip dari
buku “Bung Hatta menjawab” karangan Z Yasni “Saya ingin di kuburan rakyat
bisa. Saya adalah rakyat biasa,”kata Hatta. Sebagian diantara kisah-kisah di
atas ada beberapa yang saya jadikan motivasi dan panutan. Saya di lahirkan dari
keluarga yang serba pas-pasan dan dari kampung yang dulu sangat amat sepi karena
kanan kiri disekeliling rumah merupakan hutan belantara, daerah kami merupakan daerah yang masuk golongan 3T yang
tepatnya di kabupaten Bengkalis, Riau.
Ibu dan bapak saya hanya bisa mengenyang
pendidikan sampai sekolah dasar, Ibu pun tidak bisa tamat karena harus
membanting tulang bekerja demi membantu orang tua untuk membiayai biaya sekolah
adik-adinya, pada usia 17 tahun sudah diputuskan oleh mbah saya untuk menikah,
dan bapak yang berusia 22 tahun sudah putuskan untuk menikah dengan ibu saya,
ini semua adalah faktor ekonomi yang membelit mbah saya untuk segera
menikahkan anak-anaknya. Saya sejak
kecil diajarkan dengan kesederhanaan dan kejujuran serta tolong menolong sesama
manusia, yang menjadi pokok pondasi dari didikan orang tua kepada anak-anaknya.
Salah satu pesan orang tua saya yang paling mendalam adalah “Bapak dan Ibu
hanya bisa sekolah sampai sekolah dasar, Maka anak-anak bapak harus bisa
sarjana semuanya dengan apapun itu, karen Bapak dan Ibu tidak bisa mengasi
harta ataupun tahta, yang bisa Bapak dan Ibu kasikan hanya bisa mensekolahkan
kalian semuanya, walaupun Bapak dan Ibu harus banting tulang siang dan malam mencari
uang untuk sekolah kalian semuanya” dan semua perkataan Bapak dan Ibu itu semua
terbukti ketiga anaknya, yang anak pertama dan anak kedua sudah selesai
memperoleh gelar sarjana dan sekarang sudah kerja, tinggal saya sendiri yang
masih menempuh studi di jenjang perguruan tinggi.
Semenjak selesai menempuh
sekolah menengah pertama saya sudah memulai hidup mandiri dengan merantau jauh
dengan orang tua hingga sampai menempuh studi di perguruan tinggi di yogyakarta
tepatnya di Universitas Islam Indonesia, semenjak dari itulah saya menatkan
nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran dan kesahajaan harus di jadikan pedoman
dalam hidup dilingkungan orang lain, sehingga dengan demikian kita bisa
diterima oleh kalangan siapa pun, saat sekarang studi di Universitas Islam
Indonesia tidak lupa saya untuk selalu aktif di organisasi, sebagai pedoman
mencari organisasi yang memiliki manfaat dan bermanfaat bagi orang banyak
adalah dengan menjadi Takmir atau Pengurus Masjid Kampus Terpadu Universitas
Islam Indonesia, ini merupakan organisasi yang tepat menurut saya, selain kita
belajar agama kita bisa menjadi pelayan jamaah, bisa mengerti bagaimana menjadi
seorang pengurus masjid yang mungkin hanya sebagian kecil saya yang
menginginkan waktu kosong kuliahnya untuk mengurusi masjid.
Kepengurusan
tersebut saya jalani hingga semester 5 karena harus pergantian kepengurusan
setiap tahunnya yang diisi oleh mahasiswa baru Universitas Islam Indonesia.
Sebuah pencapaian yang luar bisa mungkin yang saya raih adalah mendapatkan
Beasiswa PPA-BBM dari DIKTI yang saya dapatkan dari semester 4 hingga sekarang.
Aktivitas sebagai Asisten Laboratorium juga saya jalani dari semester 4 hingga
sekarang, menurut saya dengan saling berbagi ilmu dan mengispirasi untuk
temen-temen dan adik angkatan membuat saya senang.
Di semester 7 ini saya
mendapatkan amanah untuk membatu Dosen dalam pembuatan project pengabdian
masyarakat, ini merupakan momen yang saya tunggu, karena saya sangat senang
sekali jika bisa berbuat untuk kebermanfaat bagi orang lain, mungkin dengan
membantu Dosen dalam pembuatan project ini bisa saling berkontribusi demi
kebermanfaatkan untuk orang lain. Selain kegiatan-kegiatan di atas saya di
amanah oleh temen-temen dari Tim Kapal Cepat Universitas Islam Indonesia untuk
menjadi ketua Tim, InsyaAllah dengan pedoman dan prinsip di atas amanah
tersebut saya ambil, karena bagi saya menjadi pemimpin adalah tugas yang mulia
yang harus dijalani dan dipertanggungjawabkan. Dengan hidup kesederhanaan,
kejujuran dan kebersahajaan InsyaAllah akan diberi kemudahan olehNYA.
Referensi:http://intisari-online.com/read/belajar-dari-kebersahajaan-bung-hatta.http://www.merdeka.com/peristiwa/6-teladan-kesederhanaan-pahlawan-nasional-bung-hatta.html.http://sosok.kompasiana.com/2015/02/01/kebersahajaan-bung-hatta-720696.html.Abbas, Anwar. 2010. Bung Hatta
dan Ekonomi Islam. Jakarta [ID]: Kompas.http://www.merdeka.com/peristiwa/bung-hatta-sebuah-kisah-kesederhanaan-sang-bapak-bangsa.html